Sabtu, 03 September 2011

Day #1 Karyaku mengenangmu

Aku berjalan-jalan di sebuah hutan yang gelap dan penuh dengan semak belukar. Terkadang aku melihat cahaya yang datangnya dari sebuah kunang-kunang dan para peri yang berbaik hati menerangi jalan. Namun ketika siang datang, bukan keindahan dan sebuah cahaya kekal yang ku peroleh. Menjadikan hutan yang gelap itu semakin suram karena tidak berhasil ditembus sang cahaya. Menuju hingga akan sampai di ujung hutan, aku sedikit berlari, mencoba menangkap sesuatu yang tidak tahu apa namun membuatku bergairah. Lambat laun aku mengetahui ternyata hanya seseorang biasa yang tidak aku harapkan kehadirannya. Menurutku akan merepotkan jika membawanya bersama melewati hutan belantara ini. Ternyata, tetap ada hasrat untuk segera mendatangi orang itu, ternyata benar hasratku tersebut membawaku kepada seorang pangeran yang sedang patah tangannya. Dia bukan orang biasa, bukan juga karena pangeran. Namun karena dia terluka, aku mengangkatnya. Menggotongnya dan kejutan terakhirnya, aku memeluknya untuk meredakan rasa sakitnya. Entah kekuatan apa, aku yang bertambah kuat dan semakin semangat menemukan jalan keluar. Diperutku seperti ada banyak kupu-kupu, yang menggelitik dan mengajakku untuk berlari semakin kencang. Lapar dan dahaga tidak terasa karena sang pangeran membuatku tetap merasa kenyang. Kenyang akan bahagia. Seperti dicerita dongeng, aku berharap sesuatu yang berawal kurang membahagiakan akan berakhir bahagia. *ini bukanlah cerita dongeng namun aku berharap akhir yang sama.
Sampailah aku diujung hutan belantara, tangan pangeranpun sudah bisa menggenggamku sekarang. Tangannya yang patah telah sembuh dan terobati. Sungguh hutan yang penuh magic. Kami melewati rerumputan yang penuh dengan bunga. Sesekali kumbang-kumbang berbisik kami sangat serasi. Cocok sebagai sepasang kekasih. Kami pun berjanji kepada kumbang-kumbang tersebut, akan menikah dan memiliki lima orang anak yang cantik dan tampan. Dan akan memperkenalkannya kepada para kumbang yang baik hati memberikan pujiannya. Ooh, bagiku, itu rencana yang terlalu cepat untuk dilafalkan, namun mimpi yang sangat indah jika dibayangkan.
Sampailah aku dan pangeran disebuah kota yang dikelilingi rerumputan penuh bunga. Kota yang besar namun sangat menyenangkan. Orang-orangnya ramah. Memberikan banyak sanjungan dan bantuan. Aku dan pangeranpun sangat berbahagia, kamipun sapai terbutakan oleh serbuk-serbuk bunga yang wangi. Aku dan pangeran membuat sebuah rumah. Rumah dengan arsitektur romawi yang kuno namun indah. Kami bangun dengan rasa kepercayaan tinggi dan bahagia yang meluap.
Sayang, pondasi yang aku buat, tidak cukup kuat, dan akhirnya rumah kami retak. “maaf, aku bukanlah tukang bangunan yang handal,” ujarku.
Pangeran pun mengampuninya, dia maklum dan berjanji akan membangunnya kembali. Akupun semakin bahagia. Tuhan sungguh mulia memperkenalkanku padanya. Akhirnya kamipun mulai beraktifitas kembali, pangeran memutuskan akan membangun sebuah misi rahasia untuk menghimpun kekuatan dan membangun kerajaannya kembali. Dan aku memilih untuk menjadi penjelajah dunia. Kembali teringat pada hutan rimba, dan padang rumput penuh bunga. Rasa cinta pangeran yang sangat besarpun mengizinkanku untuk berpetualangan. Baginya, tak apalah aku berjelajah, suau saat dia akan menemukanku di sebuah sungai dan aku berdiri diatas permadani menunggunya menjemput.
Aku pun memulai penjelajahanku. Berkali-kali mendapati turunan dan tumpangan yang meringankan jalanku. Terkadang juga aku harus mendaki dan berkali-kali terjatuh hingga harus kembali mengulang dari awal. Entah pikiran apa, aku rasa menjadi seorang diri di dunia ini. Hingga fikiran merasuk, aku bisa melakukan hal ini sejak dahulu tanpa adanya pangeran. Aku bisa keluar dari hutan belantara dulu tanpa adanya pangeran bisa kulakukan. Tidak, tidak , ini pemikiran yang sungguh bodoh, tahu satu hal dalam hatiku aku tahu pangeran akan datang. Itu janjinya.
Aku sampai dipinggir sungai berwarna hijau, sebuah dermaga kecil untuk tempat berdiri dan merasakan hembusan angin beraroma sungai indah. Ikan-ikan berwarna-warni menyambutku, mengajakku berenang dan bersenang-senang. Setiap hari seperti itu membuatku tidak ingin pergi dari daerah ini. Menghentikan langkah petualanganku. Namun aku tidak ragu, ketenangan, kedamaian, dan kebahagiaan. Tapi tunggu, kebahagiaan, aku melupakan kata bahagia mengandung aku dan pangeran. *itu bagi kamusku. Terfikirlah aku pada seseorang yang pernah berjanji, dan teringatlah aku bahwa dihati keyakinan janjinya akan dia tepati. Pangeran, aku menginginkanmu disini.
Kehidupan sempurnah memang akan segera aku miliki, dari kejauhan kulihat segerombol orang , bukan, mereka adalah parapengawal. Dan ditengah-tengah mereka, yaaa..yaa, itu adalah pangeran. Bahagianya aku, serasa dunia akan kembali menyejukkan. Aku tidak hanya akan ditemani ikan-ikan berwarna-warni, pangeran akan ikut menemaniku.
Tapi pemandangan yang menyesakkan apa ini, seseorang wanita berada di sampingnya. Apakah itu istrinya, atau dayang, atau bahkan selir. Entahlah, aku hanya membutuhkan pengakuan dari mulutnya saja. Aku lebih baik menunggu. Tidak ingin langsung membukakkan pintu ketika dia masih sangat jauh, dan tidak ingin segera menguni pintu saat belum mengetahui ucapan dan penjelasan darinya.
Dikejahuan sana, pangeran berbisik kepada seseorang yang berada di sampingnya. “adinda, sudah saatnya kamu pergi dan meninggalkan kakanda sendiri. Kakaknda akan menjadi seorang raja, dan bukan kamu pendapingnya. Adinda berjanjilah kamu akan bahagia. Jangan kembali menoleh kebelakan g dan tidak perlu menaruh dendam. Pergi dan berjanjilah,”
Pergilah adinda menjauh, melihat itu aku hanya berfikir, apa yang terjadi hingga wanita disamping pangeran pergi menjauh dan tidak mengikuti pangeran. Oh, mungkin dia juga penjelajah seperti ku dahulu. Merindukan bau matahari dan aroma khas serbuk sari. Yaa, semoga dia bahagia dan menemukan sudut terindah mataharinya sendiri. Dan dengan tangan terbuka aku menerima pangeran, mengajaknya masuk dan duduk di permadaniku. Ku kenalkan pada ikan-ikan berwarna-warni dalam sungai hijau yang selama ini menemani dan menghibutku.
Aku tidak ingin menuturinya atau mengungkit perempuan yang berada disampingnya selama perjalanan menuju tempat indahku. Yang aku tahu, kami akan berbahagia.
Pangeran memberitahukan maksud kedatangannya, dia tidak bisa membangun basis kekuatan kerajaannya ditempat dulu kami tinggal. Sehingga pergi dan menemukan kota baru yang menerimanya menjadi seorang raja. Aku senang dia menjadi seorang raja kini. Peimpin rakyat berbaik hati dan sangatlah adil. Malam itu pangeran yang kini telah menjadi seorang raja, mengajakku untuk ikut bersamanya, menjadi ratu di kerajaan dikota yang baru. Aku meminta beberapa hari untuk berfikir dan merenung bersama biji kopi hitam yang penuh ketenangan dan ketegasan. Satu hari berlalu, dua hari berlalu, seminggu berlalu. Ketika aku menengok keluar, yang ada hanyalah ikan-ikan kecilku yang berwarna-warni. Mereka berbisik, denga suara yang sangat lembut dan kata-kata yang tertata. Ikan-ikan sahabatku ini menyampaikan pesan terakhir yang pangeran ucapkan sebelum meninggalkan permadanikui. “pangeran, yang kini telah menajadi raja, tahu. Satu-satunya tempat dimana aku ingin pulang adalah kota lama yang dikelilingi oleh rerumputan penuh bunga. Sehingga tanpa menunggu jawaban dari biji kopi hitam. Aku sudah tahu jawabannya,” ucap pangeran.
Aku hanya menaruh senyum dan menciumi ikan berwarna-warniku satu-persatu. Kembali menghabiskan waktu bermain bersama ikan-ikan berwarna warni di sungai berwara hijau. Sambil meminum secangkir kopi hitam ditiap petang sambil memandang lurus ke sungai hijau itu. Aku yakin kehidupan akan terus berjalan. Biji kopi akan terus muncul dan aku akan terus menikmatinya. Aku percaya bahagia akan mengikuti setiap hati yang teguh akan pendiriannya. Selama ia yakin dapat bahagia, dia akan bahagia. Namun janji itu akan tetap disini pangeran yang kini menjadi raja.(ira)

1 komentar:

  1. awalnya aku kira cerita ini dalah jeritan hati seorang jomblo lapuk yang mengidam-idamkan pangeran berkuda putih. hahaha.

    kebebasan itu sangat menggiurkan. perempuan mandiri itu sungguh hebat. namun sebenarnya, hati ini seperti anak kecil. ingin dimanja. ingin dielus-elus sebelum tidur.

    ngga mungkin kan kamu ngelus dengan tanganmu sendiri?
    rasanya seperti kurang garam :p

    BalasHapus