Kamis, 28 Februari 2013

Hujan Di Desember

Aku masih ingat ketika hujan masih mengguyur ringan di bulan Desember.
Pasukan-pasukan kecilnya berlari-lari menuruni udara bercampur dengan polusi Surabaya.
Nenek masih berbaring di dalam kamar bertuliskan ICU
Monitor besar terpampang di sudut sebelah kiri nenek
Sudah tiga kali aku diterangkan mengenai arti angka-angka dan grafik yang ada di dalamnya
Aku tidak faham, lebih tepatnya aku tidak peduli
Sudah lima hari berlalu, kaki nenek  semakin dingin. Bukan karena mesin pendingin, tapi selimut nenek memang dibuat dingin sedingin es.
Kata dokter berdasarkan pemantauan termometer suhu badan nenek terlampau tinggi.
Pagi ini, menemani bapak, dokter menjelaskan nenek tidak akan bertahan lama, hanya keajaban.
Dan aku masih mempercayai, keajaiban itu pasti ada.
Keluarga berkumpul, tetapi hanya aku seorang yang berada di dalam ruangan, bersama tubuh nenek.
Tidak ada kata-kata, tidak ada genggaman
Tubuh nenek hanya berguncang, seakan susah untuk menghirup udara.
Sesekali perawat mengeluarkan alat pompa, katanya oksigen di otak nenek berkurang.
Aku tidak faham,lebih tepatnya tidak peduli.
Sudah tidak ada pemikiran logis di kepalaku. Pemikiran logis hanya membuat aku lemah dan menyerah pada kondisi.
Panggil aku manusia paling keras kepala.
tiga jam, limajam, enam jam berlalu dengan terus ku panjatkan dzikir yang tidak berhenti.
Tuhan selalu menjawab doaku, namun tidak kurasakan jawabannya sekarang.
Apa Tuhan marah padaku? bukan itu isyarat yang diberikan tuhan.
Karena menjawab berarti iya, dan diam adalah tidak.
Kamu masuk ke ruang ICU. Masuklah, sini aku kenalkan pada nenekku tercinta.
Kamu hanya berpaling, dan kembali ke pintu masuk.
Aku berlari, menghampirimu.
"Sini, kenapa keluar, akan ku kenalkan kepada nenekku,"
"Untuk apa, beliau sudah tidak ada disini,"
aku tidak faham, namun aku peduli.
Ini kah jawaban darimu Tuhan, Engkau menyampaikan jawabanmu dengan meminjam mulut seseorang.
"Sudah jam 2, ia belum makan,". Kamu menarikku keluar ruangan bertuliskan ICU.
19.05 WIB. Layar monitor besar di sebelah kiri tempat tidur nenek. menunjukkan garis lurus terus menerus.
Aku Faham, aku mengerti. dan hujanpun kini berhenti. Namun kembali di dini hari. Ketika air menuruni tubuh Mbauti.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar