Kenalkan namanya Okta, saya mengenalnya
saat diberi tugas untuk melakukan wawancara dengan seorang anak pengidap autis.
Okta yang saya pilih. Siang itu saya mendatangi rumah okta yang ternyata juga
digunakan sebagai kos-kosan. Sesampai di depan pagar, saya bertemu dengan
seorang anak remaja yang sedang menyapu halaman. Seorang remaja yang kira-kira
cocok duduk di bangku SMP itu tersenyum lebar kearah saya, sangat ramah.
Saya menanyakan si empunya rumah, Ibu
Okta. Seorang remaja itu tersenyum dan menjawab, Ibu ada di dalam. Saya dipersilahkan
masuk halaman rumah, dan dia lari memanggil sang Ibu. Ibu menyambut saya dengan
sangat ramah, untuk mempersingkat waktu, saya langsung bertanya tentang okta. Sang
ibu sigap langsung memanggil okta, dan kemudian seorang remaja cowok yang saya
temui di halaman sedaritadi adalah Okta.
Kaget, karena Okta tidak terlihat
seperti penyandang autis. Dia menjabat tangan saya, sembari memperkenalkan
diri. Sang ibu menceritakan detail dari gejala-gejala awal Okta disadari
mengidap autis. Sepintas cerita, Okta disadari mengidap autis sejak baita. Karena
okta tidak kunjung berjalan dan berbicara. Okta tumbuh menjadi anak yang rewel
dan juga kerap mengamuk dengan menyakiti dirinya sendiri.
Oktapun sekarang baru bersekolah kelas 1
SD karena dianggap belum menguasai pelajaran SD dengan baik. Perjuangan Ibu
untuk meminta okta tetap bersekolah di sekolah normal juga jauh diangan-angan. Karena
minimnya tempat menuntut ilmu khusus pengidap autis, okta harus sekolah di
Sekolah luar biasa. Namun, dengan segala kekurangan okta, saya sangat mengagumi
kelebihan-kelebihan yang dimiliki olehnya.
Sayapun tidak ingin melewatkan
mewawancari okta,
“Okta, cita-citanya mau jadi apa?”
“Jadi dokter,” jawab okta sambil
tersipu-sipu malu.
Ibu pun menjelaskan, tubuh okta normal,
perasaan okta juga normal, diusianya yang sudah memasuki usia 14 tahun,
perasaan okta dan tubuh okta juga sama seperti remaja seumurannya. Perasaan suka
dengan lawan jenis. Ibu tidak ketinggalan menggoda okta, ibu Tanya, “okta suka
sama mbak tiara?” . oktapun menjawab dengan anggukan sambil bersembunyi dibalik
lengan Ibu. Lucunya.
Ibu yang berjilbab, memang menekankan
okta untuk bisa mandiri. Tidak hanya melakukan kegiatan sehari-hari, tetapi
juga beribadah. Oktapun dengan lancar membacakan surat al-fatihah didepanku. Meski
dengan kekurangan okta, Ibu terlihat sangat bangga memiliki okta. Ternyata,
Okta bukanlah anak kandung Ibu, okta adalah anak kerabat Ibu yang dititipkan
kepadanya karena ibu kandung okta telah meninggal.
Ibu tidak mengeluh, Ibu juga tidak malu,
Ibu merawat okta selayaknya anak kandungnya sendiri. Meskipun sempat
mendapatkan perlawanan anak-anak kandung ibu karena Okta kerap rewel, Ibu
bersihkeras sampai akhirnya Okta diterima dengan tangan terbuka dan penuh kasih
sayang oleh keluarga Ibu. Dalam Doa ibu, tidak pernah berhenti untuk memohon
agar okta bisa sembuh, hidup normal dan mempunyai keluarga bahagianya sendiri. Kata-kata
yang sangat menyentuh dan membuat hati saya berdegup, ibu bilang. “saya takut
mati, takut nanti meninggalkan okta sendiri,”.
Ucapan yang dalam, dan seorang ibu
sejati. Meski okta mampu mengurus dirinya sendiri seperti makan dan mandi. Namun,
makan-makanan yang dimakan okta haruslah teliti. Dia tidak boleh makan terlalu
banyak zat tepung, karena bisa membuat okta menjadi begitu aktif dan sensitif. Belum
lagi, jika bukan Ibu, tidak ada yang mampu meredam Okta jikalau mengamuk. Itu yang
dikhawatirkan ibu.
Diakhir perbincangan, saya pun bertanya,
“okta, okta sayang nggak sama Ibu?”
“sayang banget”. Jawab okta.
Ibupun mencium pipi okta dengan sangat
sayang.
Diakhir pertemuan saya dan okta hari
itu, oktapun bertanya, “mbak kapan pulang?”
Sedikit membingungkan, karena saya rasa,
saya tidak pulang kerumah okta. Ibupun menjelaskan kembari. Pengidap autis
terkadang mempunyai urutannya tertentu dalam melakukan hal. Dan urutan yang
diingat okta adalah urutan untuk mengantar orang pamit. Urutannya adalah, okta
akan menanyakan kapan pulang- dijawab oleh yang ditanya- salim-high five-dan
okta akan mendoakan hati-hati dijalan-dan akan selalu mengantarkan hingga pintu
gerbang.
Jika runtutan ini tidak dipenuhi, okta
biasanya akan mengamuk, dan cara menenangkannya adalah menyuruh seorang yang
pergi tadi, kembali kerumah.
Ini adalah salah satu moment yang
membuat saya sangat bersyukur pernah menjadi seorang wartawan. Bertemu dengan
banyak orang dan mendapatkan banyak pelajaran dari mereka. (ira)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar