Senin, 01 April 2013

Autis dan Kasih Sayang


Kenalkan namanya Okta, saya mengenalnya saat diberi tugas untuk melakukan wawancara dengan seorang anak pengidap autis. Okta yang saya pilih. Siang itu saya mendatangi rumah okta yang ternyata juga digunakan sebagai kos-kosan. Sesampai di depan pagar, saya bertemu dengan seorang anak remaja yang sedang menyapu halaman. Seorang remaja yang kira-kira cocok duduk di bangku SMP itu tersenyum lebar kearah saya, sangat ramah.
Saya menanyakan si empunya rumah, Ibu Okta. Seorang remaja itu tersenyum dan menjawab, Ibu ada di dalam. Saya dipersilahkan masuk halaman rumah, dan dia lari memanggil sang Ibu. Ibu menyambut saya dengan sangat ramah, untuk mempersingkat waktu, saya langsung bertanya tentang okta. Sang ibu sigap langsung memanggil okta, dan kemudian seorang remaja cowok yang saya temui di halaman sedaritadi adalah Okta.
Kaget, karena Okta tidak terlihat seperti penyandang autis. Dia menjabat tangan saya, sembari memperkenalkan diri. Sang ibu menceritakan detail dari gejala-gejala awal Okta disadari mengidap autis. Sepintas cerita, Okta disadari mengidap autis sejak baita. Karena okta tidak kunjung berjalan dan berbicara. Okta tumbuh menjadi anak yang rewel dan juga kerap mengamuk dengan menyakiti dirinya sendiri.
Oktapun sekarang baru bersekolah kelas 1 SD karena dianggap belum menguasai pelajaran SD dengan baik. Perjuangan Ibu untuk meminta okta tetap bersekolah di sekolah normal juga jauh diangan-angan. Karena minimnya tempat menuntut ilmu khusus pengidap autis, okta harus sekolah di Sekolah luar biasa. Namun, dengan segala kekurangan okta, saya sangat mengagumi kelebihan-kelebihan yang dimiliki olehnya.
Sayapun tidak ingin melewatkan mewawancari okta,
“Okta, cita-citanya mau jadi apa?”
“Jadi dokter,” jawab okta sambil tersipu-sipu malu.
Ibu pun menjelaskan, tubuh okta normal, perasaan okta juga normal, diusianya yang sudah memasuki usia 14 tahun, perasaan okta dan tubuh okta juga sama seperti remaja seumurannya. Perasaan suka dengan lawan jenis. Ibu tidak ketinggalan menggoda okta, ibu Tanya, “okta suka sama mbak tiara?” . oktapun menjawab dengan anggukan sambil bersembunyi dibalik lengan Ibu. Lucunya.
Ibu yang berjilbab, memang menekankan okta untuk bisa mandiri. Tidak hanya melakukan kegiatan sehari-hari, tetapi juga beribadah. Oktapun dengan lancar membacakan surat al-fatihah didepanku. Meski dengan kekurangan okta, Ibu terlihat sangat bangga memiliki okta. Ternyata, Okta bukanlah anak kandung Ibu, okta adalah anak kerabat Ibu yang dititipkan kepadanya karena ibu kandung okta telah meninggal.
Ibu tidak mengeluh, Ibu juga tidak malu, Ibu merawat okta selayaknya anak kandungnya sendiri. Meskipun sempat mendapatkan perlawanan anak-anak kandung ibu karena Okta kerap rewel, Ibu bersihkeras sampai akhirnya Okta diterima dengan tangan terbuka dan penuh kasih sayang oleh keluarga Ibu. Dalam Doa ibu, tidak pernah berhenti untuk memohon agar okta bisa sembuh, hidup normal dan mempunyai keluarga bahagianya sendiri. Kata-kata yang sangat menyentuh dan membuat hati saya berdegup, ibu bilang. “saya takut mati, takut nanti meninggalkan okta sendiri,”.
Ucapan yang dalam, dan seorang ibu sejati. Meski okta mampu mengurus dirinya sendiri seperti makan dan mandi. Namun, makan-makanan yang dimakan okta haruslah teliti. Dia tidak boleh makan terlalu banyak zat tepung, karena bisa membuat okta menjadi begitu aktif dan sensitif. Belum lagi, jika bukan Ibu, tidak ada yang mampu meredam Okta jikalau mengamuk. Itu yang dikhawatirkan ibu.
Diakhir perbincangan, saya pun bertanya, “okta, okta sayang nggak sama Ibu?”
“sayang banget”. Jawab okta.
Ibupun mencium pipi okta dengan sangat sayang.
Diakhir pertemuan saya dan okta hari itu, oktapun bertanya, “mbak kapan pulang?”
Sedikit membingungkan, karena saya rasa, saya tidak pulang kerumah okta. Ibupun menjelaskan kembari. Pengidap autis terkadang mempunyai urutannya tertentu dalam melakukan hal. Dan urutan yang diingat okta adalah urutan untuk mengantar orang pamit. Urutannya adalah, okta akan menanyakan kapan pulang- dijawab oleh yang ditanya- salim-high five-dan okta akan mendoakan hati-hati dijalan-dan akan selalu mengantarkan hingga pintu gerbang.
Jika runtutan ini tidak dipenuhi, okta biasanya akan mengamuk, dan cara menenangkannya adalah menyuruh seorang yang pergi tadi, kembali kerumah.
Ini adalah salah satu moment yang membuat saya sangat bersyukur pernah menjadi seorang wartawan. Bertemu dengan banyak orang dan mendapatkan banyak pelajaran dari mereka. (ira)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar